Sementara wilayah Kecamatan Pesantren berhasil bertahan, hingga tidak ada satu pun kantor pelayanan publik yang dirusak, bahkan massa yang beringas dan anarkis itu untuk mendekati saja mereka tak mampu.
KOMPAS SIDIK | KEDIRI KOTA – Sabtu malam, 30 Agustus 2025, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri, Jawa Timur, seakan berdiri di ujung tebing sejarah. Ratusan langkah kaki terdengar dari kejauhan, teriakan massa menggema di jalanan umum, dan kabar tentang gedung-gedung pemerintahan yang terbakar di sudut lain Kota dan Kabupaten Kediri membuat dada warga berdegup kencang.
Namun malam itu, sesuatu yang jarang terjadi di wilayah ujung timur Kediri Kota ini terwujud : kekompakan TNI – POLRI dan warga setempat bersatu menjadi benteng barikade hidup.
Malam yang Mencekam
Sejak sore, kabar tentang massa yang bergerak dari arah pusat kota sudah beredar. Informasi melalui grup WhatsApp warga berantai cepat : “Hati-hati, rombongan massa anarkis menuju ke beberapa titik.” Jalanan umum di sekitar Mako Polsek Pesantren menjadi titik rawan, karena di sekitarnya berjejer kantor-kantor pelayanan vital: Kantor Kecamatan, Kantor PU Kota Kediri, Kantor Pemadam Kebakaran (PMK), hingga Kantor BPBD.
Saat malam tiba, rombongan pertama tiba. Mereka berteriak, suaranya menggema, mencoba memprovokasi. Namun di hadapan mereka, berdiri barisan gabungan: anggota Polsek Pesantren, sejumlah personel TNI dari Koramil setempat, dan puluhan warga yang memutuskan tidak bersembunyi di rumah, tetapi mendi barikade hidup bersama TNI POLRI.
“Deg-degan, Mas. Tapi kalau kami diam saja, berarti kita kalah dengan massa anarkis,” kata warga setempat yang namanya enggan dipublikasikan atas pertimbangan pribadinya, yang malam itu ikut berdiri di barisan depan, hanya berjarak beberapa meter dari gerombolan massa.
Enam Kali Upaya, Enam Kali Gagal
Kapolsek Pesantren, Kompol Siswandi, mengungkapkan, massa ketika itu mencoba datang hingga enam kali sepanjang malam. “Mereka mencoba memprovokasi, berteriak-teriak, bahkan melempar sesuatu ke arah kita. Tapi berkat kekompakan warga bersama TNI dan Polri, semua berhasil digagalkan,” ujarnya.
Kompol Siswandi menambahkan, rombongan massa datang secara bergelombang. ” Mereka mencoba masuk melalui jalan utama, tetapi warga bersama TNI POLRI sudah lebih dulu berjaga,” ungkapnya.
Setiap kali massa mendekat, suara teriakan dari barisan warga yang bernada ‘ mengusir kedatangan massa anarkis ‘ terus menggema ; menegaskan bahwa kawasan itu ( Kecamatan Pesantren – Red ) bukan tempat yang mudah diterobos.
Suasana menegangkan. Di satu sisi massa berteriak menantang, di sisi lain warga bersama TNI POLRI berdiri kaku menjaga konsentrasi. Hanya tatapan mata yang saling mengukur. ” Saya lihat wajah-wajah mereka garang sekali, tapi kami tidak boleh kalah mental,” kata salah seorang ojek online yang ikut berjaga sejak sore, dan namanya diwanti – wanti agar dianonimkan.
Kontras dengan Titik Lain Kediri
Sementara wilayah Kecamatan Pesantren berhasil bertahan, hingga tidak ada satu pun kantor pelayanan publik yang dirusak, bahkan massa yang beringas dan anarkis itu untuk mendekati saja mereka tak mampu.
Situasi berbeda terjadi di titik lain. Kantor DPRD Kota dan Kabupaten Kediri tak selamat dari aksi anarkis massa, termasuk Kantor Samsat Katang, Kabupaten Kediri, yang bernasib serupa. Massa yang beringas membakar gedung dan menjarah barang-barang inventaris, meninggalkan puing-puing kaca pecah berserakan sebagai saksi kerusakan signifikan yang ditimbulkan.

Warga Menjadi Tembok Hidup
Keterlibatan warga bukanlah hal sepele. Mereka bukan pasukan terlatih, tetapi orang-orang biasa: pedagang, buruh, sopir angkot, hingga mahasiswa. Malam itu mereka membentuk “tembok hidup”.
“Kami semua punya peran, meski kecil ,” ujarnya.

Provokasi yang Gagal
Di tengah ketegangan, massa mencoba berbagai cara memancing emosi. Mereka melontarkan ejekan, menantang duel. Namun, tak satu pun provokasi itu berhasil.
“Kami sudah tekankan sejak awal, jangan ada yang terpancing,” kata Kompol Siswandi.
Warga mengakui menahan diri tidak mudah. “Ada satu orang yang hampir maju karena diejek, tapi langsung ditahan teman-temannya,” tutur seorang warga lainnya.
Pesan dari Kapolsek
Kompol Siswandi menegaskan pentingnya menjaga kewaspadaan dan kekompaka. Ia meminta masyarakat di seluruh wilayah Kecamatan Pesantren untuk tidak mudah terprovokasi ajakan-ajakan yang mengarah ke aksi anarkis.
“Kami berharap warga tetap tenang, jangan ikut-ikutan. Mari menjaga lingkungan masing – masing. Karena keamanan adalah tanggung jawab bersama,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan apresiasi terhadap keberanian warga Kecamatan Pesantren. “Kalau bukan karena masyarakat, kantor-kantor pelayanan publik ini bisa bernasib sama dengan gedung lain. Ini bukti bahwa sinergi antara TNI – POLRI dan rakyat itu sangat kuat,” katanya.
Suasana Setelah Reda
Menjelang situasi mulai mereda. Jalanan umum perlahan sepi. Namun warga tidak langsung pulang. Mereka masih berjaga hingga pagi, khawatir massa kembali.
Di sekitar lokasi , beberapa warga duduk sambil menyeruput teh hangat. Wajah mereka lelah, tapi lega. “Kami tidak tidur semalaman, tapi tidak apa-apa. Lebih baik capek daripada terjadi keributan dan kegaduhan di sini,” ucap seorang Warga.
Ketika fajar menyingsing, cahaya matahari jatuh di barisan kantor-kantor pemerintahan yang masih berdiri utuh. Tidak ada api, tidak ada asap, hanya sisa-sisa botol plastik dan batu berserakan di jalan. Itu menjadi tanda bahwa malam panjang telah dilalui dengan selamat.
Pelajaran dari Benteng Timur
Apa yang terjadi di wilayah Kecamatan Pesantren malam itu memberi pelajaran penting : menjaga wilayah bukan hanya tugas TNI – POLRI. Tanpa partisipasi warga, kekuatan hukum dan senjata bisa rapuh di hadapan massa besar.
“Kalau kita bersatu, kita kuat. Kalau kita sendiri-sendiri, kita hancur,” ujar Kompol Siswandi singkat.
Kecamatan Pesantren malam itu menjadi bukti. Di saat gedung-gedung lain di Kediri hancur disapu amarah, kawasan ini tetap berdiri tegak. Bukan karena tembok beton yang kokoh, melainkan karena warganya yang menolak tunduk pada kekerasan.
Penulis : Hernowo