Mengintip Aktivitas Tambang Galian C Menggunakan Alat Berat Bechoe di Ngancar Kediri : Antara Nafkah dan Ancaman Lingkungan

Kompas Sidik | Kediri – Deru mesin excavator terdengar nyaring di kawasan perkebunan Sumber Petung, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Di balik hijaunya pepohonan, satu alat berat tampak tak henti mengeruk tanah. Ember besi raksasa itu mengayun, mengangkat bongkahan material, lalu menumpahkannya ke bak truk yang berjajar menunggu giliran.

Siang itu, Selasa 26 Agustus 2025, tim investigasi media ini mendapati aktivitas tambang galian C berjalan di area yang berada tak jauh dari kawasan perkebunan. Satu per satu truk keluar-masuk lokasi, melintasi jalan sempit di kawasan yang oleh warga dikenal sebagai “kampung nanas”.

Kampung Nanas, merupakan salah satu akses jalan menuju lokasi tambang

Namun, di lokasi penambangan itu tidak terlihat papan informasi legalitas kegiatan, sebagaimana biasanya terpasang di area pertambangan resmi. Ketiadaan papan keterangan tersebut menimbulkan tanda tanya: apakah aktivitas galian ini mengantongi izin atau berjalan tanpa payung hukum yang jelas.

Warga sekitar menyebut lalu lintas truk pengangkut material semakin sering melintas sejak beberapa hari terakhir. “Banyak truk berlalu lalang mengangkut pasir lewat kampung nanas,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya. Ia khawatir jika aktivitas terus berlangsung tanpa pengawasan, dampak lingkungan maupun sosial akan muncul di kemudian hari.

Selain dampak lingkungan maupun sosial yang dimungkinkan muncul di kemudian hari, aktivitas galian C juga menyisakan ancaman ekologis. Lapisan tanah yang tergerus berpotensi memicu erosi. Jika hujan turun deras, aliran air bisa lebih cepat mengikis lereng dan meningkatkan risiko longsor. Kawasan perkebunan yang didominasi pohon nanas pun rawan terkena imbasnya : tanaman bisa layu akibat tanah tak lagi mampu menahan air.

Sekedar diketahui, tambang di kawasan lereng seperti Ngancar memerlukan kajian dampak lingkungan yang ketat. Tanpa perencanaan matang, keuntungan jangka pendek bisa berubah menjadi kerugian jangka panjang. Kerusakan jalan masih bisa diperbaiki. Tapi kalau kontur tanah rusak, butuh puluhan tahun untuk memulihkannya.

Di sisi lain, tambang galian C kerap menjadi sumber mata pencaharian bagi banyak orang. Sopir truk, pekerja lapangan, hingga pemilik warung di tepi jalan memperoleh keuntungan dari riuhnya kegiatan tersebut. Namun, persoalan legalitas tetap menjadi sorotan. Tanpa kejelasan izin, potensi konflik dengan masyarakat maupun kerusakan lingkungan sulit dihindari.

Hingga berita ini diturunkan, pihak terkait belum memberikan keterangan resmi mengenai status penambangan di Sumber Petung. Aktivitas di lapangan tetap berjalan: excavator mengeruk, truk mengangkut, sementara kampung nanas menjadi saksi bisu lalu-lalang kendaraan berat yang meninggalkan debu di jalan setapak. (*Tim )

\ Get the latest news /

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

PAGE TOP